Rabu, 18 Juli 2012

IMF dan Seputar Kritik terhadapnya


International Monetary Fund, atau yang kerap kita sebut sebagai IMF lahir sebagai tanggapan atas kondisi ekonomi pasca perang dunia kedua. IMF tidak lahir sendirian, akan tetapi juga hadir bersama ‘saudara-saudaranya’, yaitu International Bank forReconstruction and Development (yang kita kenal sebagai World Bank), serta International Trade Organization atau World Trade Organization. Tujuan pendirian IMF berupa upaya mendorong kerjasama moneter internasional, membantu tercapainya perluasan dan keseimbangan pertumbuhan perdagangan internasional, mendorong stabilitas nilai tukar, menghapus hambatan transaksi antarnegara, memberikan bantuan keuangan secara temporer dan juga mengurangi permasalahan dalam ketidakseimbangan neraca pembayaran negara anggota.

Mencermati tujuan pendiriannya, dapat dibayangkan bahwa IMF sangatlah penting keberadaan dan fungsinya, terutama bagi negara-negara anggotanya. Keberadaan dan fungsi yang dialamatkan sebagai upaya mencapai kemaslahatan bersama, pada prakteknya (berdasarkan pengalaman dari negara-negara anggota) tidak berlaku demikian. IMF lebih mengesankan membawa ‘misi tertentu’, terutama misi yang dibawa oleh kelompok yang tergabung dalamG-3 (Amerika, Uni Eropa dan Jepang).  Negara-negara dalam kelompok G-3 merupakan nasabah terbesar bagi IMF. Secara logis,   nasabah terbesar adalah nasabah yang memiliki pengaruh dan kuasa yang cukup besar, sehingga slogan: One Dollar, One Vote! berlaku di sana. Dominasi G-3 sangat dirasakan, terutama pada wilayah kebijakan-kebijakan di dalam tubuh IMF. Kebijakan-kebijakan yang cenderung merugikan negara-negara berkembang.

Melihat keadaan semacam itu, maka timbul pertanyaan: lantas mengapa negara-negara berkembang (yang merasa dirugikan) tidak menyatukan suara, untuk melakukan tindakan terhadap ketimpangan tersebut? bukankah bila diprosentasekan, jumlah negara-negara berkembang yang menjadi anggota IMF jauh lebih banyak dari pada negara-negara yang tergabung dalam G-3? Salah satu jawaban atas pertanyaan tersebut adalah karena adanya permasalahan geopolitik dari negara-negara tersebut. Hal itu menyebabkan terpecahnya suara dan semangat untuk mengatasi kondisi yang merugikan mereka.

Keadaan semacam ini tidak bisa dihindari oleh negara-negara yang mengalami kerugian yang diakibatkan dari kebijakan-kebijakan IMF. Keberadaan IMF akan selalu dibutuhkan dalam upaya-upaya stabilitas suatu negara. Negara yang berorientasi untuk menyeimbangkan neracanya (apabila defisit), selalu dihadapkan pada kondisi dimana negara itu membutuhkan pertolongan dari pihak lain. Pihak lain yang dimaksud adalah negara atau lembaga yang dapat membantu menyeimbangkan neracanya. Bantuan tersebut dapat diartikan sebagai hutang. Hutang yang didapatkan sebuah negara menyaratkan adanya penjamin, sehingga negara atau lembaga pemberi hutang akan dapat melepaskan dananya dengan tenang.  Ketenangan tersebut dihadirkan melalui keberadaan IMF. IMF akan berlaku sebagai gatekeepers bagi negara-negara donor dan lembaga keuangan internasional lainnya. IMF dan WB hanya berlaku sebagai lembaga alternatif peminjaman dana (misalnya saja peminjaman dalam konteks G to G). Namun, negara donor yang meminjamkan dananya pada negara lain seringkali memiliki kekhawatiran, apabila negara peminjam tidak dapat mengembalikan dana tersebut. Sehingga negara donor (peminjam) akan membutuhkan IMF dan WB sebagai penjamin mereka.

        Banyak kritik yang ditujukan pada IMF dan WB, seputar praktek dan kebijakan ekonomi yang dikenakannya pada negara-negara anggota. Kritik tersebut berkisar mengenai:
1.      Tidak ada akuntabilitas rakyat . Rakyat tidak selalu diikutsertakan dalam pengambilan keputusan untuk proses peminjaman
2.      Kebijakan yang diajukan belum tentu ampuh untuk mengatasi krisis suatu negara
3.      Berat untuk jangka pendek, sehingga berimplikasi pada pemotongan ongkos kesejahteraan rakyat
4.      Proses pengambilan putusan dalam lembaga- lembaga tersebut tidak demokratis. Pada slogan  “one dollar one vote”, terlihat pengaruh negara tertentu terlalu besar.
5.      syarat-syarat tambahan yang diberikan oleh IMF, tidak selalu relevan dengan krisis yang ditangani (stabilisation programme), bahkan hal tersebut berbalik menjadi menghambat proses pemulihan. IMF menuntut bahwa dalam keadaan krisis, suatu negara harus kikir agar dapat membayar hutang. Negara tersebut tidak diajurkan untuk bertindak sebaliknya, serta menganjurkan negara itu untuk memperpanjang hutangnya. Padahal kondisi semacam itu akan semakin merugikan, bahkan mencekik rakyat dari negara peminjam dana. Dari sekian negara yang pernah mengalami krisis, namun dengan berani menolak memperpanjang hutangnya dari IMF adalah Malaysia, Argentina dan Islandia.
6.      Word Bank dianggap memiliki “mission creep”. Karena ia memulai misinya dengan menciptakan serta mengembangkan pembangunan. Namun misi WB kemudian beralih menjadi misi tentang liberalisasi pasar, kemiskinan dan governance.
 
Kritik terhadap IMF,  WB  ataupun WTO selalu mengiringi kebijakan lembaga-lembaga tersebut. Kebutuhan akan keberadaan mereka adalah sebuah hal ‘wajib’ dalam hubungan antar negara. Keterikatan dan kebutuhan inilah yang selalu menjadi keterjebakan yang menggobal dan berkelanjutan.

 

Semua tentang Vini Biroe Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting