Kamis, 08 November 2012

Globalisasi Bermuka Dua: Dampak Ekonomi di Cina


Membicarakan kebijakan politik di  sebuah negara, maka tidak akan meninggalkan pokok bahasan mengenai agenda ekonomi yang menyertainya.  Ada skema besar yang selalu melibat kedua hal tersebut.  termasuk juga skema besar globalisasi. Keterhubungan antar negara tersebut, yang pada awalnya lebih pada mekanisme penghapusan batas-batas wilayah, khususnya di bidang ekonomi, yang didalamnya mencakup perdagangan, investasi dan industri, membawa kepentingan-kepentingan serta imbas yang tak dapat dihindari. Seperti pembahasan-pembahasan sebelumnya, keberadaan globalisasi tidak akan dapat dinafikan oleh negara-negara yang menjalaninya.  
Namun menghadirkan pembicaraan mengenai  gambaran sosok jahat globalisasi, sepertinya sudah terlalu sering dan sangat membosankan. Memang ada banyak pihak yang selalu hadir dengan kecurigaan atau kewaspadaan yang luar biasa, terhadap dampak buruk yang dihadirkan oleh globalisasi. Namun kecurigaan  atau kewaspadaan itu tidak diiringi dengan upaya-upaya yang nyata untuk keberadaan globalisasi. Maka dari itu, ada baiknya kita juga dapat melihat sisi lain dari globalisasi, yang selama ini sering menjadi momok yang ditakuti.  
Selama ini globalisasi, terutama yang ditempeli kepentingan dari negara-negara maju,  selalu dipersalahkan sebagai agen yang berperan penting dalam proses ekskalasi ‘pemiskinan’  negara-negara dunia ketiga. Namun sesungguhnya, negara berkembang tidak selalu harus diposisikan sebagai korban yang tak berdaya, terhadap intrik ekonomi dan politik kepentingan dari negara maju. Kondisi tersebut secara nyata dapat dibuktikan oleh kemajuan yang diperlihatkan oleh negara Cina dalam tiga dekade belakangan ini. Pertumbuhan ekonomi Cina yang mencapai 7-8% setiap tahunnya, mengesankan adanya upaya penghapusan sebutan negara miskin yang dulu cukup lama di sandangnya.
Cina pada masa Den Xiaoping (1904-1997) mengaami kemajuan yang sangat signifikan dalam bidang ekonomi. Den Xiaoping  yang merupakan generasi kedua setelah Mao Zedong dalam memimpin Partai Komunis di  Cina, ia mengusung semangat dan kebijakan  ‘reformasi dan membuka diri’. Semangat dan kebijakan tersebut  merupakan  ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan sikap Cina pada terhadap  gerakan  globalisasi. Semenjak itu Cina mulai memasuki ranah baru yang membuka kesempatan untuk masuknya berbagai bentuk investasi dari perusahaan asing.  Strategi Cina dalam mengelola keberadaan globalisasi sesungguhnya cukup cerdik. Cina mengajukan tawaran yang cukup menggiurkan terhadap para investor asing. Tawaran itu berupa kebijakan mengenai  kemudahan dalam proses investasi, keberadaan sasaran pasar (jumlah konsumen) yang cukup besar, dan ketersediaannya buruh dengan bayaran yang cukup murah. Cina bahkan memiliki jumlah buruh yang cukup tinggi, yang diakibatkan adanya gerakan migrasi tenaga kerja dari desa-desa ke kota-kota industri di Cina.
Selain tawaran-tawaran yang mengiurkan di atas, sesungguhnya Cina telah siap dengan strategi lain, yaitu persayaratan yang diajukan pada para investor asing.  Para investor tesebut diperbolehkan untuk berinvestasi di Cina, asalkan mereka mau melakukan alih teknologinya di Cina. Mekanisme alih teknologi ini pernah dilakukan oleh General Motor.  Dimana keahlian-keahlian teknologi yang dimiliki oleh General Motor, harus ditrasfer atau ditularkan dengan sengaja kepada tenaga-tenaga kerja asli Cina. Keahlian semacam inilah yang kemudian dapat mengantarkan Cina pada keberhasilannya membuat produk yang hampir sama (tiruan) dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan asing yang ada (atau yang pernah ada) di Cina. Cina berhasil menembus pasar dunia dengan produk-produk berharga murah. Jauh lebih murah daripada produk yang ditirunya. Sering muncul pertanyaan mengenai ‘kualitas dari proses pembuatan produk Cina’, namun pertanyaan itu akan terjawab dengan pertanyaan lain, bukankah tenaga kerja Cina pulalah yang membuat berbagai produk dengan label yang asli? Sehingga dengan kemampuan tenaga kerja yang samalah produk itu dihasilkan. Mungkin pertanyaan yang lebih tepat yang seharusnya diajukan adalah mengenai: seberapa baikkah kualitas bahan mentah yang dijadikan material dasar sebuah produk yang di hasilkan di Cina?
Mencermati hal tersebut, Cina dapat berbangga hati, karena di tengah terjangan arus globalisasi yang mengantarkan banyak negara berkembang lainnya ke pinggir jurang kemiskinan, Cina malah mampu bertahan, bergerak maju dan terus berkembang.  Bahkan Bank Dunia pada laporannya atas Cina di tahun 1997, telah memasukan negara tersebut pada posisi negara penerima utama pinjaman dari institusi tersebut (Improved Creditworthiness). Akan tetapi, memang ada hal lain yang harus diwaspadai oleh Cina, sebagai sebuah negara yang menyambut dengan gegap gempita kedatangan gerakan globalisasi. Kewaspadaan itu berupa adanya kemungkinan terjadinya persaingan di pasar tenaga kerja dalam negerinya. Persaingan antara tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing, menghadapkan Cina pada upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja lokalnya, agar penyerapan tenaga kerja dapat maksimal dan tidak menimbulkan pengangguran masif di masa depan. Masih mengenai tenaga kerja, tekanan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan berkuantitas tinggi, berarti terbuka pula peluang terjadinya tekanan yang berat bagi para pekerja yang terlibat di dalamnya. Selain itu, iming-iming tenaga kerja berupah rendah harus dipertanyakan kelanjutannya, apakah Cina akan selalu memberikan kesempatan para investor asing untuk memanfaat kan tenaga kerja lokal dengan nilai kemanfaatan yang tinggi namun memberikan reward yang begitu rendah pada tenaga kerja lokal Cina? Lantas bagaimana kondisi keberadaan tenaga kerja di Cina secara keseluruhan? Melihat kondisi yang dihadapi oleh Cina,  kita tidak selalu menghadirkan dualisme. Begitupun seperti yang terjadi di Cina, yang secara jelas mampu menggunakan globalisasi untuk mengangkat negaranya pada tingkatan yang hampir menyamai laju perekonomian negara-negara maju, tetapi juga mengantarkan Cina pada kondisi yang buruk pada tenaga kerja lokal mereka. 
 

Semua tentang Vini Biroe Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting