Kamis, 11 Juni 2015

Museum, Aku Cinta Padamu



sumber photo: www.yogyakarta.panduanwisata.id

Museum. Apa yang pertama kali terlintas di dalam kepala kita saat kata itu disebutkan? Gedung yang memamerkan benda-benda yang umurnya jauh lebih tua dari usia kita? Atau bangunan yang mempertontonkan hal-hal yang begitu-begitu saja? Kesan itu umum diungkapkan oleh banyak orang, yang mungkin pernah sekali atau dua kali dalam hidupnya bersentuhan dengan museum. Kesan kuno, monoton, membosankan, suram atau bahkan mungkin juga seram, menempel dengan lekat dalam ingatan mereka. Lantas siapa yang mendatangi museum-museum itu? Kebanyakan adalah murid-murid sekolah yang mendapat tugas untuk membuat laporan kunjungan, saat mereka ikut kegiatan wisata belajar. Jadwal kunjungan museum pun, terkadang hanya sebagai jadwal wajib. Agar kesan belajar saat melancong itu pun tetap dianggap sah secara intelektual. Alih-alih mempelajari secara serius apa yang ada di museum, para murid jauh lebih menantikan untuk bertandang ke objek wisata alam, atau malah ke objek wisata belanja, yang dirasa lebih menyenangkan.


Memang menyedihkan mengetahui hal tersebut. Serasa ada tamparan keras di muka kita. Akan tetapi, itulah kenyataannya. Kita tidak bisa menutup mata, bahwa ketertarikan para murid atau masyarakat umum, belum begitu tinggi pada museum. Titik ini semestinya menjadi titik evaluasi untuk memeriksa, apa penyebab dari kondisi tersebut. Menurut Statuta International Council of Museums, museum adalah sebuah lembaga nirlaba, yang bersifat tetap untuk melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, agar dapat memperoleh, merawat, meneliti, mengkomunikasikan serta memamerkan aset-aset berharga yang merupakan warisan bagi kemanusiaan dan lingkungan, untuk tujuan pendidikan, pembelajaran dan rekreasi (kesenangan). Melalui definisi tersebut, kita telah mendapat gambaran lengkap mengenai posisi museum sebagai medan  vital bagi kemanusiaan. 


Harus diakui bila fungsi pendidikan dan pembelajaran sudah dapat dicapai oleh museum. Museum jelas berada di garda depan, selayaknya institusi pendidikan. Namun, apakah fungsi rekreasi atau kesenangan sudah dapat dicapai? Saya kira belum. Itulah alasan mengapa jumlah pengunjung museum tidak jua meningkat secara signifikan di setiap tahunnya. Ya, walau sebenarnya kuantitas pengunjung, tidak dapat menjamin kualitas dari pembelajaran yang didapatkannya. Akan tetapi dengan menjaring lebih banyak pengunjung, maka kesempatan museum dalam memfungsikan dirinya sebagai bagian dari pendidikan akan terbuka lebih luas. 


Ada banyak kerja penataan yang mesti dilakukan oleh pengelola museum, misalnya saja di bidang penyajian,  display ruang pamer yang artistik dan ditunjang media informasi berteknologi canggih, diharapkan dapat membuat pengunjung lebih asyik mempelajari berbagal hal yang berkaitan dengan benda pamer. Atau dengan setting benda pamer yang menarik, dengan tata cahaya yang tidak biasa, akan mampu memanjakan pengunjung secara visual. Pengelola tidak perlu mengubah museum selayaknya taman bermain, untuk menarik minat banyak orang. Namun akan lebih baik bila fasilitas museum dibuat jauh lebih nyaman lagi, dan dengan tetap mempertahankan karakter khas dari museum itu sendiri.


Selanjutnya di bidang pelayanan, terutama pada akses informasi. Tidak dipungkiri, melalui pelayanan informasilah kita dapat mengetahui sejarah dan seluk beluk lainnya mengenai benda pamer.  Informasi lapis pertama adalah informasi yang dipublikasikan melalui laman yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, misalnya saja website dan media sosial (twitter, facebook, dan youtube). Sedangkan informasi lapis kedua adalah informasi yang diberikan langsung di dalam ruang pameran, baik oleh pemandu, atau oleh media informasi yang telah disediakan. Harapannya adalah agar mekanisme pewarisan sejarah pengetahuan dapat dicapai secara optimal.


Yang terakhir di bidang jaringan, sangat perlu kiranya memelihara jaringan lokal, nasional dan internasional untuk pengembangan standar museum, sehingga sumbangsih museum pada masyarakat dapat diberikan secara maksimal. Ada forum komunikasi yang terpelihara secara berkelanjutan dan baik antar museum, institusi dan komunitas pencinta museum. Pentingnya menggandeng komunitas pencinta museum adalah karena minat mereka lah, nadi museum dapat didenyutkan kembali dengan lebih cepat. Melalui perpanjangan tangan mereka, jumlah peminat museum dapat terus ditingkatkan. Mereka  semacam agen yang dapat menyebarkan virus cinta museum pada banyak orang. Mungkin salah satunya adalah saya. Ya, saya mengakui bahwa saya memiliki kecintaan yang tinggi pada museum. Selalu ada hal baru yang mengejutkan sekaligus menyenangkan saat berkunjung ke museum. Selayaknya pasar yang ekletik, saya seperti sedang berbelanja hal-hal yang tak terduga. Di sana saya mengkonsumsi sesuatu, yaitu pengetahuan.  Itulah alasan mengapa saya mencintai museum. Ya…Museum, aku cinta padamu.

Tidak ada komentar:

 

Semua tentang Vini Biroe Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting