“Tetap menolak terus. Kami pun berharap, mulai dari
pemerintah dan pihak yang berkepentingan terhadap pabrik semen, harus lebih
tahu bahwa di sini penolakan mulai meluas
dan mulai serius."
Petikan komentar yang tertulis di
atas merupakan pernyataan dari Gunretno, salah seorang tokoh masyarakat adat Samin di Pati, Jawa Tengah. Pernyataan tersebut dikeluarkan,
berkaitan dengan sikap penolakan masyarakat Samin terhadap rencana proyek pembangunan pabrik semen di kawasan Pegunungan
Kendeng, pada medio tahun 2008.
Masyarakat Samin, atau yang sering
juga disebut sebagai Sedulur Sikep,
merupakan kelompok masyarakat yang menganut ajaran Saminisme, ajaran yang
muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap praktek kolonialisasi yang diterapkan
Belanda. Ajaran samin pertama kali
diperkenalkan oleh Raden Surowijoyo yang lahir di Ploso Kediren, pada tahun
1859. Ajaran Samin tersebar di beberapa daerah, antara lain di Tapelan di
wilayah Bojonegoro, Nginggil dan Klopoduwur di wilayah Blora, Kutuk di wilayah Kudus, Gunung Segara di wilayah
Brebes, Kandangan di wilayah Pati, dan Tlaga Anyar di wilayah Lamongan.
Apabila di India kita mengenal Mahatma Gandhi
yang terkenal dengan ajaran Satyagrahanya, ajaran yang menginisiasi gerakan untuk
melawan praktek penjajahan Inggris, dengan cara melawan monopoli garam oleh
rakyat sipil. Maka di Indonesia, kita mengenal gerakan masyarakat Samin. Ajaran ini pada mulanya merupakan sebuah
reaksi keras terhadap keadaan yang menghimpit rakyat pada masa penjajahan
Belanda. Pemerintahan kolonial pada masa itu mewajibkan seluruh rakyat untuk
membayar pajak dan melakukan kerja paksa. Apabila menolak, mereka akan
ditangkap dan disiksa. Tanah pertanian rakyat pribumi juga dirampas dan ditanami
pohon jati, demi kepentingan pemerintah kolonial.
Gerakan melakukan perlawanannya dengan
jalan nirkekerasan, namun mampu memberikan efek yang mengejutkan, sekaligus
menggelisahkan bagi pemerintahan kolonial Belanda di waktu itu. Kata Samin
sendiri diambil dari filosofi kalimat “sami-sami amin” yang artinya rakyat
sama-sama setuju, terutama ketika raden Surowijoyo melakukan langkah yang
berani untuk membantu masyarakat miskin dengan caranya sendiri. Raden
Surowijoyo, atau yang kerap dipanggil sebagai Ki Samin Soerosentiko mengajak
para pengikutnya untuk menolak membayar pajak dan menolak untuk mengerjakan
segala perintah dari para penjajah (heeren-diensten). Bentuk perlawanan lain yang dilakukan oleh Ki
Samin dan para pengikutnya adalah dengan menebangi pohon jati (yang ditanam
dalam program tanam paksa Belanda), tanpa ijin dan mengambil untuk keperluan
mereka sendiri. Sehingga keberadaan masyarakat Samin sangat jelas dianggap
berbahaya oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Keberadaan masyarakat Samin pada
masa kini, memang tidak sejaya dahulu, baik dari kategori jumlah maupun
kekentalan ajarannya. Kemerosotan jumlah pengikut ajaran Saminisme ini terjadi
seiring dengan semakin terbukanya masyarakat tersebut terhadap nilai-nilai
modern, yang merangsek masuk dan melunturkan sendi-sendi nilai yang dianut
sebelumnya. Akan tetapi di tengah gempuran modernitas yang masuk, masih ada
beberapa komunitas masyarakat Samin yang tetap memelihara kepercayaan mereka,
walau dengan sikap yang kompromis terhadap modernitas, sebagai bentuk jawaban
atas tantangan jaman yang terus berkembang.
Mereka masih menjunjung tinggi
nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, serta penghargaan terhadap manusia dan
alam. Berdasarkan nilai-nilai tersebutlah, masyarakat Samin menentukan sikap
penolakannya terhadap pendirian pabrik semen di wilayahnya. PT Semen Gresik,
yang sahamnya sekitar 40% dikuasai oleh pihak asing, pada sekitar pertengahan 2008 berencana untuk
menanamkan modalnya melalui pendirian pabrik di Pati Jawa Tengah, tepatnya di
wilayah pegunungan Kendeng. Wilayah Kendeng yang merupakan wilayah
pegunungan karst, merupakan sumber
potensial bagi pabrik semen. Rencana ekspansi ini didorong oleh pemenuhan
kebutuhan semen di pasar nasional maupun internasional. Semen Gresik merupakan
salah satu pemain penting dalam industri semen di wilayah Asia, Australia,
Eropa, Afrika dan Eropa. Rencana pendirian tersebut sudah mendapatkan lampu
hijau dari pemerintah setempat, karena bagaimanapun juga, pabrik tersebut akan
memberikan peluang bagi peningkatan PAD (Pendapat Asli Daerah).
Namun belajar dari beberapa
pengalaman, di beberapa wilayah, dampak yang menjurus pada kerusakan ekologis,
telah mematikan banyak sumber kehidupan dan penghidupan manusia serta mahluk
hidup lainnya yang berada di wilayah pegunungan karst tersebut, seperti kerusakan fungsi hidrologi (penyedia sumber
air) dan penurunan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, mata pencaharian sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut
ada di sektor pertanian. Apabila tingkat kesuburan tanah menurun, maka akan
mengakibatkan menurunkan tingkat pendapatan mereka. Hal lain yang dapat dilihat
sebagai dampak dari pendirian pabrik tersebut adalah bila wilayah yang tadinya digarap
sebagai lahan pertanian beralih menjadi tempat yang akan dijadikan untuk
memproduksi semen, maka akan ada banyak orang yang akan kehilangan pekerjaan
mereka. Pihak perusahaan memang menjanjikan bahwa akan terbuka kesempatan kerja
baru bagi masyarakat di Pati Selatan. Namun janji tersebut harus dicermati
sekali lagi, karena kerugian yang akan dihasilkan saat pabrik tersebut
beroperasi, akan jauh lebih besar.
Argumen tentang terbukanya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat lokal ketika pabrik semen berdiri adalah omong kososng alias bohong.
Keberadaan pabrik semen di Kabupaten Pati justru akan menambah pengangguran.
PT. Semen Gresik; pabrik semen yang akan membangun pabrik di Kabupaten Pati
mengaku hanya membutuhkan 500 orang tenaga kerja untuk produksi. Itu pun tidak
sembarang orang. Mereka yang akan diterima menjadi karyawan harus memiliki
keahlian khusus dan memiliki ijazah minimal tingkat SMA. Sedangkan lahan
pertanian dan perkebunan yang akan dialihfungsikan sebagai lokasi penambangan,
jalan, infrastruktur dan pabrik selama ini dikelola oleh lebih dari 2500
keluarga petani. Jika dalam masing-masing keluarga petani terdapat 4 jiwa, maka
ada sekitar 10.000 orang yang akan terancam kehidupannya karena sumber
pendapatan keluarga dirampas oleh pabrik semen.
(http://www.desantara.org/01-2009/149/aksi-massa-tolak-pabrik-semen-di-pati-terus-berlanjut)
Gerakan penolakan tersebut memakan
waktu yang sangat lama dan proses yang sangat panjang. Teror dan intimidasi
adalah sebagian resiko yang harus dihadapi. Hingga pada tahap selanjutnya,
gerakan penolakan tersebut masuk dalam agenda pembicaraan di Komisi VII DPR. Wakil
Ketua Komisi VII DPR, Sonny Keraf mengadakan dialog dengan Komunitas Samin dan
perwakilan dari tujuh desa (Desa Kedumulyo, Gadudero, Sukolilo, Baturejo,
Sumbersoko, dan Tompe Gunung). Pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi yang
ditujukan pada Menteri ESDM serta Menteri Negara Lingkungan Hidup, agar
keduanya dapat menurunkan tim ke wilayah calon tempatan. Setelah semua proses
perjuangan yang panjang, pada tanggal 26 Juli 2009, Bibit Waluyo yang menduduki
jabatan selaku Gubernur Jawa Tengah, memutuskan membatalkan rencana pembangunan
pabrik semen oleh PT Semen Gresik di Sukolilo, Pati. Sebuah contoh keberhasilan
dari gerakan perlawan yang dilakukan oleh masyarakat, untuk melawan kepentingan
korporasi dan pemerintah.
Akan tetapi keberhasilan itu harus
mendapatkan ujian lagi, karena pada awal tahun 2012 ini, warga Pati harus
berhadapan kembali dengan pihak korporasi yang mengincar potensi wilayah
mereka. PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) merupakan anak perusahaan PT Indocement Tunggal
Perkasa (ITP), perusahaan ini berencana mendirikan pabriknya di Kecamatan Tambakromo dan Kayen. Pihak
perusahaan tersebut sedang dalam proses menunggu hasil Amdal, dan sedanag melakukan
langkah-langkah pendekatan pada pihak-pihak yang kontra terhadap pendirian
pabriknya. Namun sebagian masyarakat masih memiliki sikap yang sama, yaitu
menolak dan melawan.
Gerakan penolakan pendirian pabrik
semen tersebut memang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Samin semata, akan
tetapi juga oleh masyarakat non Samin, LSM dan berbagai pihak yang memiliki
visi yang sama. Namun keberadaan masyarakat Samin dengan nilai-nilai yang
diperjuangkannyalah yang mendorong perlawan itu dilakukan. Gerakan ini memang tidak banyak diketahui oleh
publik, selayaknya sebuah gerakan yang melawan praktek kerja-kerja globalisasi.
Misalnya saja gerakan di Battle for Seattle
di Amerika Serikat. Semangat “sakdumuk bathuk saknyari bumi” yang berarti “membela
negeri sampai titik darah penghabisan”, merupakan gambaran semangat masyarakat
Samin untuk melawan kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh korporasi dan
(juga) pemerintah, baik pusat maupun daerah.
sumber referensi:
http://www.desantara.org/01-2009/149/aksi-massa-tolak-pabrik-semen-di-pati-terus-berlanjut/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ajaran_Samin#Sikap_Orang_Samin
http://politik.kompasiana.com/2012/01/31/antara-keuntungan-dan-kutukan-%E2%80%9Cpabrik-semen%E2%80%9D-di-pati
http://saminist.wordpress.com
http://www.semengresik.com/ina/ProductPemasaran.aspx
http://triligayanti.blogspot.com/2010/11/kearifan-lokal-suku-samin-di-kabupaten.html