sumber photo: www.yogyakarta.panduanwisata.id |
Museum. Apa yang pertama kali terlintas di
dalam kepala kita saat kata itu disebutkan? Gedung yang memamerkan
benda-benda yang umurnya jauh lebih tua dari usia kita? Atau bangunan yang
mempertontonkan hal-hal yang begitu-begitu saja? Kesan itu umum diungkapkan
oleh banyak orang, yang mungkin pernah sekali atau dua kali dalam hidupnya
bersentuhan dengan museum. Kesan kuno, monoton, membosankan, suram atau bahkan
mungkin juga seram, menempel dengan lekat dalam ingatan mereka. Lantas siapa yang mendatangi museum-museum
itu? Kebanyakan adalah murid-murid sekolah yang mendapat tugas untuk membuat
laporan kunjungan, saat mereka ikut kegiatan wisata belajar. Jadwal kunjungan
museum pun, terkadang hanya sebagai jadwal wajib. Agar kesan belajar saat
melancong itu pun tetap dianggap sah secara intelektual. Alih-alih mempelajari
secara serius apa yang ada di museum, para murid jauh lebih menantikan untuk bertandang
ke objek wisata alam, atau malah ke objek wisata belanja, yang dirasa lebih
menyenangkan.
Memang menyedihkan mengetahui hal tersebut. Serasa
ada tamparan keras di muka kita. Akan tetapi, itulah kenyataannya. Kita tidak
bisa menutup mata, bahwa ketertarikan para murid atau masyarakat umum, belum
begitu tinggi pada museum. Titik ini semestinya menjadi titik evaluasi untuk memeriksa,
apa penyebab dari kondisi tersebut. Menurut Statuta International Council of
Museums, museum adalah sebuah lembaga nirlaba, yang bersifat tetap untuk
melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, agar dapat
memperoleh, merawat, meneliti, mengkomunikasikan serta memamerkan aset-aset berharga
yang merupakan warisan bagi kemanusiaan dan lingkungan, untuk tujuan
pendidikan, pembelajaran dan rekreasi (kesenangan). Melalui definisi tersebut,
kita telah mendapat gambaran lengkap mengenai posisi museum sebagai medan
vital bagi kemanusiaan.
Harus diakui bila fungsi pendidikan dan
pembelajaran sudah dapat dicapai oleh museum. Museum jelas berada di garda
depan, selayaknya institusi pendidikan. Namun, apakah fungsi rekreasi atau
kesenangan sudah dapat dicapai? Saya kira belum. Itulah alasan mengapa jumlah
pengunjung museum tidak jua meningkat secara signifikan di setiap tahunnya. Ya,
walau sebenarnya kuantitas pengunjung, tidak dapat menjamin kualitas dari
pembelajaran yang didapatkannya. Akan tetapi dengan menjaring lebih banyak
pengunjung, maka kesempatan museum dalam memfungsikan dirinya sebagai bagian
dari pendidikan akan terbuka lebih luas.
Ada banyak kerja penataan yang mesti dilakukan
oleh pengelola museum, misalnya saja di bidang penyajian, display ruang pamer yang artistik dan ditunjang
media informasi berteknologi canggih, diharapkan dapat membuat pengunjung lebih
asyik mempelajari berbagal hal yang berkaitan dengan benda pamer. Atau dengan
setting benda pamer yang menarik, dengan tata cahaya yang tidak biasa, akan
mampu memanjakan pengunjung secara visual. Pengelola tidak perlu mengubah
museum selayaknya taman bermain, untuk menarik minat banyak orang. Namun akan lebih baik bila fasilitas museum dibuat jauh lebih nyaman lagi, dan dengan
tetap mempertahankan karakter khas dari museum itu sendiri.
Selanjutnya di bidang pelayanan, terutama pada akses
informasi. Tidak dipungkiri, melalui pelayanan informasilah kita dapat
mengetahui sejarah dan seluk beluk lainnya mengenai benda pamer. Informasi lapis pertama adalah informasi yang
dipublikasikan melalui laman yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas,
misalnya saja website dan media sosial (twitter, facebook, dan youtube). Sedangkan
informasi lapis kedua adalah informasi yang diberikan langsung di dalam ruang
pameran, baik oleh pemandu, atau oleh media informasi yang telah disediakan. Harapannya adalah agar mekanisme pewarisan sejarah pengetahuan dapat dicapai secara optimal.
Yang terakhir di bidang jaringan, sangat perlu kiranya
memelihara jaringan lokal, nasional dan internasional untuk pengembangan
standar museum, sehingga sumbangsih museum pada masyarakat dapat diberikan
secara maksimal. Ada forum komunikasi yang terpelihara secara berkelanjutan dan
baik antar museum, institusi dan komunitas pencinta museum. Pentingnya menggandeng
komunitas pencinta museum adalah karena minat mereka lah, nadi museum dapat
didenyutkan kembali dengan lebih cepat. Melalui perpanjangan tangan mereka, jumlah
peminat museum dapat terus ditingkatkan. Mereka semacam agen yang dapat
menyebarkan virus cinta museum pada banyak orang. Mungkin salah satunya adalah
saya. Ya, saya mengakui bahwa saya memiliki kecintaan yang tinggi pada museum. Selalu
ada hal baru yang mengejutkan sekaligus menyenangkan saat berkunjung ke museum.
Selayaknya pasar yang ekletik, saya seperti sedang berbelanja hal-hal yang tak
terduga. Di sana saya mengkonsumsi sesuatu, yaitu pengetahuan. Itulah alasan mengapa saya mencintai museum. Ya…Museum,
aku cinta padamu.